FRAKTUR
PINGGUL
1.
Pengertian Fraktur Pinggul
Klien lansia biasanya mengalami cedera
ini karena terjatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur
panggul, tipe cidera ini diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20 % kematian
diantara lansia akibat fraktur (Romadoni, 2009). Fraktur pinggul adalah hal
yang tidak menyenangkan karena fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera
intraabdomen yang serius, seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan
intrapelvis, dan ruptur uretra serta kandung kemih.
Gambar
Fraktur Pinggul
Hoolbrook
(1984) melaporkan bahwa 1 dari 20 klien yang berusia lebih dari 65 tahun yang
baru saja dirawat di rumah sakit mengelami penyembuhan dari fraktur pinggul,
dan pada klien yang berasal dari panti werda, 70% tidak bertahan hidup 1 tahun,
hanya sepertiga dari klien yang dapat bertahan hidup setelah mengalami fraktur
pinggul dapat kembali ke gaya hidup dan tingkat kemandirian yang dapat
dibandingkan dengan kondisi sebelum klien mengalami fraktur tersebut. Antara 75
dan 80% dari semua fraktur tulang pinggul mempengaruhi wanita, dan hampir
setengahnya terjadi pada seseorang yang berusia 80 tahun atau lebih.
2.
Manifestasi klinis
Manifastasi klinis dari fraktur tulang
pinggul ini adalah rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan
nyeri berat serta nyeri tekan di lokasi fraktur.
3. Penatalaksanaan
medis
Segera
setelah cidera perlu untuk me- imobilisasi bagian yang cidera apabila klien
akan dipindhkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh yang mengalami
cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.
Prinsip
penanganan fraktur meliputi : Reduksi Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis Reduksi
tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya saling
berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya
traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kaawat, sekrup, plat, paku. Iimobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna Mempertahankan
dan mengembalikan fungsi Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang
dibutuhkan untuk penyatuan fraktur Lamanya ( minggu )
Penatalaksanaan
patah tulang mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yang meliputi
:
1. Jangan
ciderai pasien( Primum Non Nocere).
2. Pengobatan
yang tepat berdasarkan diagnosis dan prognosisnya
3. Sesuai
denga hokum alam
4. Sesuai
dengan kepribadian individu
Khusus
untuk patah tulang meliputi :
1. Reposisi
2. Imobilisasi
3. Mobilisasi
berupa latihan seluruh system tubuh.
Perawat
harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika tidak
dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap
klien.
Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk
melatih kaki yang tidak mengalami cidera dan kedua lengannya. Selain itu
sebelum dilakukan operasi klien harus diajrakna menggunakan trapeze
yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang
berfungsi untuk membantunya dalam mengubah posisi, klien juga perlu
mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi.
Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta
memantau asupan dan keluaran cairan, mengawasi aktivitas pernapasan, seperti
napas dalam dan batuk, memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri,
dan mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan.
Sesudah dan sebelum reduksi fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan
sirkulasi, sensasi, dan gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari
edema. Bantal pasir dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai
tidak mengalami rotasi eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan
narkotika dapat menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis,
perawat harus senantiasa menggunakan 3 bantal diantara tungkai klien ketika
mengganti posisi, pertahankan bidai abductor tungkai pada klien kecuali pada
saat mandi, hindari mengganti posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur.
Menahan benda/beban yang berat pada ekstremitas yang terkena fraktur tidak
dapat diizinkan kecuali telah mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang
menyatakan adanya tanda-tanda penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3
sampai 5 bulan.
4. Komplikasi
patah tulang .
Komplikasi
patah tulang meliputi :
1. Komplikasi
segera
Lokal :
Kulit( abrasi l;acerasi, penetrasi), Pembuluh darah ( robek ), Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik), Otot Organ dalam ( jantung,paru,hepar,
limpha(pada Fr.kosta), kandung
kemih (Fr.Pelvics)
Umum : Ruda paksa multiple, Syok ( hemoragik, neurogenik )
Komplikasi
Dini :
Lokal : Nekrosis kulit, gangren, sindroma
kopartemen,trombosis vena, infeksi sendi,osteomelisis )
Umum : ARDS,emboli paru, tetanus.
Komplikasi
lama
Lokal : Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis
osal ), Tulang ( gagal
taut/lama dan salah taut, distropi
reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn pertumbuhan, osteomelisis, patah
tulang ulang), Otot
atau tendon ( penulangan otot, ruptur tendon ), Saraf ( kelumpuhan saraf lambat )
Umum : Batu ginjal ( akibat mobilisasi lama
ditempat tidur)
6. Pemeriksaan medis
Tanda dan gejala kemudian setelah bagian yang
retak di imobilisasi, perawat perlu mnilai pain ( rasa sakit ), paloor (
kepucatan/perubahan warna), paralisis ( kelumpuhan/ketidakmampuan untuk
bergerak ), parasthesia ( kesemutan ), dan pulselessnes ( tidak ada denyut ).
7. Pemeriksaan diagnostik
Rotgen sinar X Pemeriksaan, CBC jika terdapat perdarahan untuk menilai
banyaknya darah yang hilang.
8. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan
gangguan pola tidur.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan
tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
4. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/tahanan.
9. Intervensi dan implementasi
No
|
Diagnosa keperawatan
|
tujuan
|
kriteria hasil
|
intervensi dan implementasi
|
rasionalisasi
|
1
|
Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan.
|
nyeri dapat berkurang atau hilang.
|
setelah dilakukan implementasi nyeri dapat berkurang atau hilang
dank lien tampak tenang
|
· Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
· Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
· Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
· Observasi tanda-tanda vital.
· Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgesik
|
· hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif
· tingkat intensitas nyeri dan frekwensi
menunjukkan skala nyeri
· memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
· untuk mengetahui perkembangan klien
· merupakan tindakan dependent perawat, dimana
analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
|
2
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan
gangguan pola tidur.
|
pasien memiliki cukup energi untuk
beraktivitas
|
setelah dilakukan implementasi klien mampu:
· perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri.
· pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan
beberapa aktivitas tanpa dibantu.
· Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak
lainya baik
|
· Rencanakan periode istirahat yang cukup.
· Berikan latihan aktivitas secara bertahap
· Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai
kebutuhan.
· Setelah latihan dan aktivitas kaji respons
pasien.
|
· mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan,
dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar
optimal.
· tahapan-tahapan yang diberikan membantu
proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang
tepat, mobilisasi dini.
· mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
· menjaga kemungkinan adanya respons abnormal
dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
|
3
|
Risiko
infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
|
infeksi tidak terjadi / terkontrol.
|
setelah dilakukan implementasi klien mampu:
· tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
· luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
· Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
|
· Pantau tanda-tanda vital.
· Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
· Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif
seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
· Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk
pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
· Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
|
· mengidentifikasi tanda-tanda peradangan
terutama bila suhu tubuh meningkat.
· mengendalikan penyebaran mikroorganisme
patogen.
· untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
· penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit
dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
· antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.
|
4
|
Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
|
pasien mengutarakan pemahaman tentang
kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
|
setelah dilakukan implementasi klien mampu:
- melakukan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan. |
· Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya.
· Berikan penjelasan pada klien tentang
penyakitnya dan kondisinya sekarang.
· Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet makanan nya.
· Minta klien dan keluarga mengulangi kembali
tentang materi yang telah diberikan.
|
· mengetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
· dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang,
klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
· diet dan pola makan yang tepat membantu
proses penyembuhan.
· mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
|
5
|
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
|
pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas
optimal.
|
setalah dilakukan implementasi klien mampu:
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan. -mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi |
· Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan
kebutuhan akan peralatan.
· Tentukan tingkat motivasi pasien dalam
melakukan aktivitas.
· Ajarkan dan pantau pasien dalam hal
penggunaan alat bantu.
· Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM
aktif dan pasif.
· Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau
okupasi.
|
· mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi.
· mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
· menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
· mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot.
· sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Suratun, dkk. 2008. Askep Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. EGC: yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar