INSUFISIENSI MITRALIS
Insufisiensi mitralis memungkinkan aliran darah berbalik
dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna.
Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah ke dalam aorta dan
kembali ke dalam atrium kiri. Kerja ventrikel dari kiri maupun atrium kiri
harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung.
Ventrikel kiri harus memompakan darah dalam jumlah cukup
guna mempertahankan aliran darah normal ke dalam aorta, dan darah yang kembali
melalui katup mitralis. Misalnya, curah ventrikel normal per denyut (volume
sekuncup) adalah 70 ml. bila aliran balik adalah 30 ml mil per denyut, maka
ventrikel tersebut harus mampu memompakan 100 ml per denyut agar volume
sekuncup dipertahankan tetap normal. Beban colume tambahan yang ditimbulkan
oleh katup yang mengalami insufisiensi akan segera mengakibatkan dilatasi
ventrikel. Menurut hukum Strarling pada jantung, dilatasi dinding ventrikel
akan dinding ventrikel mengalami hipertrogi sehingga meningkatkan kekuatan
kontraksi selanjutnya.
Pada stadium awal regurgitasi mitralis kronis, ventrikel
kiri masih mampu mengompensasi peningkatan beban volume tambahan tersebut.
Walaupun curah ventrikel total (aliran ke depan maupun aliran yang kembali)
meningkat, tetapi beban akhir atau jumlah tegangan dinding ventrikel yang harus
ditimbulkan selama fase sistol untuk memompa darah menurun. Penurunan beban
akhir ini terjadi karena ventrikel memompa sebagian volume sekuncup ke atrium
kiri yang bertekanan rendah. Sebaliknya, pengurangan beban akhir terjadi karena
aliran regurgitasi meningkatkan kemampuan aliran ke depan. Tetapi, akhirnya
ventrikel mulai gagal bekerja sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
peningkatan volume ventrikel residual dan aliran balik.
Insufisiensi menimbulkan beban volume tidak hanya bagi
ventrikel kiri tetapi juga bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi dan curah atrium lebih lanjut. Mula-mula
peningkatkan kelenturan atrium kiri memungkinkan akomodasi peningkatkan volume
tanpa kenaikan tekanan yang berarti. Sehingga untuk sementara atrium kiri dapat
mengimbangi pengaruh volume regurgitasi, melindungi pembuluh paru-paru dan
membatasi gejala-gejala paru-paru yang timbul.
Namun, regurgitasi mitralis merupakan lesi yang
berlangsung secara terus menerus. Dengan makin meningkatnya volume dan ukuran
ventrikel maka fungsi katup menjadi bertambah buruk. Pembesaran ruang jantung
meningkatkan derajat regurgitasi dengan menggeser otot papilaris dan melebarkan
lubang katup mitralis sehingga mengurangi kontak daun katup selama penutupan
katup.
Bila lesi makin parah, atrium kiri menjadi tidak mapu
lagi untuk meregang dan melindungi paru-paru. Kegagalan ventrikelkiri biasanya
merupakan tahap awal untuk mempercepat dekompensasi jantung. Ventrikel kiri
mendapat beban yang terlalu berat, dan aliran darah melalui aorta menjadi
berkurang dan secara bersamaan terjadi kongesti kebelakang. Secara bertahap,
urutan kejadian yang diperkirakan akan terjadi pada paru-paru dan jantung kanan
yang terkena adalah
(1) kongesti vena puimonalis,
(2) edema interstisial,
(3) hipertensi arteria pulmonalis,
(4) hipertrofi ventrikel kanan.
Perubahan ini
tidak begitu nyata dibandingkan dengan perubahan pada stenosi mitralis.
Insufisiensi mitralis juga dapat menyebabkan gagal jantung kanan walaupun lebih
jarang dari pada stenosis mitralis.
Apabila awitan regurgitasi mitralis timbul akut, maka
perjalanan klinisnya akan jauh berbeda dengan yang kronis (misal, pada ruptura
otot papilaris setelah infark miokardium). Insufisiensi mitralis akut sangat
sulit ditoleransi. Dalam keadaan normal, atrium kiri relatif tidak lentur
sehingga tidak dapat mengembang mendadak untuk mengatasi volume regurgitasi
(Gbr 32-6). Jadi, peningkatan volume dan tekanan yang mendadak akan diteruskan
langsung ke pembuluh darah paru-paru. Dalam beberapa jam saja dapat terjadi
edema paru-paru yang berat dan syok.
Gejala paling awal apda regurgitasi mitralis adalah :
(1) rasa lemah dan lelah akibat berkurangnya aliran
darah.
(2) dispnea saat beraktivitas,
(3) palpitasi.
Gejala berat dicetuskan oleh kegagalan curah jantung dan
kongesti paru-paru. Temuan berikut ini biasanya terdapat pada insufisiensi
mitralis kronis yang berat :
1)
Auskultasi :
Bising sepanjang fase sistol (bising holosistolik
atau pansistolik).
2)
Ekokardiografi : Memastikan
pembesaran ruang jantung, pemeriksaan aliran darah dengan warna pada katup
mitralis memberikan pola gangguan aliran darah akibat regurgitasi pada katup
mitralis.
3)
Elektrokardiogram : Pembesaran atrium
kiri (pemitrale) bila iramanya sinus normal : fibrillasi atrium : hipertrofi
ventrikel kiri.
4)
Radiografi dada : Pembesaran atrium
kiri ; pembesaran ventrikel kiri ; kongestri pembuluh darah paru-paru dalam
berbagai derajat.
5)
Temuan hemodinamik : Peningkatan
tekanan atrium kiri dengan gelombang yang bermakna, peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri ; berbagai peningkatan tekanan paru-paru.
Katup mitral terbentuk dari anulus (cincin), tempat daun aterior dan posterior melekat. Daun
ini di hubungkan melalu kordatendinea ke
muskuli papilares yang ada di dinding
ventrikel. Dinding posterior LA dan LV
merupakan bagian fungsional aparatus
mitral ini.
Lebih dari semuanya, endokarditis menyebabkan daun dan
korda berkerut, menebal, dan lebih kaku sehingga menghambat penutupan katup.
Namun, jika daun dan korda sangat memendek, murumur akan mulai pada awal
sistole (SM ; A, kiri). Pada prolaps katup mitral (sindrom barlow),
korda terlalu panjang dan karena itudaun akan menonjol seperti parasut ke dalam
atrium kiri ketika katup membuka. Prolaps daun katup menyebabkan klik
midsistolik yang diikuti oleh refluks murmur sistolik akhir (LSM). Pada sindrom
Marfan, keadaannya secara fungsional sama dengan pemanjangan dan bahkan ruptur
korda serta dilatasi anulus. Pada penyakit jantung koroner, perubahan iskemik
pada LV dapat
menyebabkan Mr melalui ruptur muskulus papilaris dan / atau kotraksi yang
lemah. Sekalipun terjadi iskemia sementara (angina pektoris ; hlm. 218ff) regurgitasi mitral intermitmen
(jekyll-Hyde) dapat terjadi pada keadaan tertentu (iskemia yang mengenai
muskulus papilaris atau miokardium di dekatnya).
Efek MR adalah peningkatan beban volume pada jantung
kiri karena sebagian volume sekuncup dipompa kembali ke LA. Volume regurgitasi ini dapat berjumlah
hingga 80% dari SV. Volume regurgitasi/waktu bergantung pada :
Ø Luas pembukaan mitral pada fase sistolik,
Ø Gradien tekanan dari LV
ke LA selama sistolik ventrikel, dan
Ø Lama sistolik.
Tekanan atrium kiri (PLA) akan meningkat jika
ada tambahan stenosis aorta dan hipertensi dan perbandingan sistol ventrikel
pada siklus jantung (lama sistolik/waktu) meningkat pada takikardia (misal,
pada aktivitas fisik atau takiatitmia akibat kerusakan atrium kiri), seperti
faktor yang memperkuat efek MR.
Untuk mempertahankan volume sekuncup yang efektif dan
normal ke dalam aorta meskipun terdapat regurgitas, pengisian ventrikel kiri
selama diatole harus lebih besar daripada normal (gelombang pengisian cepat
(RFW) dengan bunyi jantung ketiga penutupan ; A). ejeksi volume
akhir diastolik (EDV) yang meningkat ini oleh ventrikel kiri membutuhkan
peningkatan tekanan dinding (hukum Laplace) yang memberikan beban kronik pada ventrikel
( gagal jantung, hlm
224). Selain itu, atrium kiri mendapatkan tekanan yang lebih besar selama
sistolik (A, kiri ; gelombang tertinggi). Hal ini menyebabkan
peregangan atrium kiri yang nyata (300-600 mL), sedangkan PLA hanya
sedikit meningkatkan sehingga meningkatkan distensibilitas (kompilasi) atrium
kiri dalam jangka panjang secara bertahap. Akibatnya, MR kronik (A, kiri) menyebabkan edema paru dan hipertensi pulmonal (hlm. 214) meskipun jauh lebih jarang terjadi dari pada yang
terjadi pada strnosisi mitral (154) atau MR akut (lihat bawah). Peregangan atrium kiri juga
menyebabkan daun posterior katup mitral jadi bergeser sehingga regurgitasi jadi
lebih berat (yaitu, terjadi lingkaran setan). Lingkaran setan yang lain, yaitu
MR meningkatkan beban
jantung kiri gagal jantung dilatasi ventrikel MR , dapat dengan cepat menimbulkan dekompensasi MR.
Jika terjadi Mr akut (misal, ruptur muskulus papilaris),
atrium kiri tidak dapat banyak regangan (komplians yang rendah). Karena itu, PLA
akan meningkat hampir menyamai tekanan ventrikel selama sistolik (A, kanan ; gelombang V yang sangat tinggi) sehingga gradien
tekanan antara LV
dan atrium kiri akan kecil dan regurgitasi berkurang pada akhir sistolik.
(murmur sistolik berbentuk kumparan ; A, SM kanan). Atrium kiri juga mampu melakukan kotraksi yang
kuat (A, kanan ; bunyi jantung keempat) karena atrium hanya sedikit
membesar. PLA yang tinggi pada keadaan tertentu dapat dengan cepat
menyebabkan edema paru selain penurunan curah jantung ( syok, hlm. 230 ff.)
sehingga menempatkan pasien dlaam keadaan besar.
Etilogi dibagi atas reumatik dan nonreumatik
(degeneratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan,
trauma, dan lain-lain). Di Indonesia penyebab terbanyak adalah demam reumatik.
Sekitar 30% tidak mempunyai riwayat demam reumatik yang jelas.
Manifestasi Klinis
Regurgitasi mitral dapat ditoleransi dalam jangka waktu
lama tanpa keluhan pada jantung, baik saat istirahat maupun beraktivitas. Sesak
napas dan lekas lelah merupakan keluhan awal secara berangsur-angsur menjadi
orotopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan edema perifer.
Pada pemeriksaan fisik, fasies mitral lebih jarang
terjadi dibandingkan dengan stenosis mitral. Pada palpasi tergantung derajat
regurgiatasinya, mungkin didapatkan peningkatan aktivitas jantung kiri. Pada
auskultasi terdengar bising pansisitolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila,
dan mengeras pada ekspirasi. Bunyi jantung pertama melemah, katup tidak menutup
sempurna pada akhir distolik. Pada saat tersebut tekanan atrium dan vertikel
kiri sama. Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian cepat ke ventrikel
kiri pada awal diastolik dan diikuti diatolic
flow murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel
kiri.
Pemeriksaan Penunjang
Pada insufisiensi mitral yang ringan mungkin hanya
terlihat gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang masih normal.
Pada tahap lanjut terlihat aksis yang yang bergeser ke kiri dan disertai
hipertrofi ventrikel kiri. Blok berkas kanan yang tidak komplit (rsR di V1 di
dapat kan
pada 5% pasien. Semakin lama penyakit, kemungkinan timbulnya aritmia atrium
semakin besar. Kadang-kadang timbul ekstrasistolik, takikardi, dan flutter atrium, paling sering fibrilasi,
yang awalnya paroksismal dan akhirnya menentap.
Pada pemeriksaan foto toraks, kasus ringan tanpa
gangguang hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya normal. Pada keadaan
lebih berat terlihat pembesaran atrium kiri perkapuran pada anulus mitral.
Fonokardiografi dilakukan untuk mencatat konfirmasi
bising dan mencatat adanya bunyi jantung ketiga pada insufisiensi mitral sedang
sampai berat. Ekokardiografi digunakan untuk mengevaluasi gerakan katup,
ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral. Ekokardiografi Doppler dapat
menilai derajat regurgitasi. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan ada
tidaknya reuma aktif / reaktivasi.
Penatalaksanaan
Pemberian antiniotik untuk mencegah reaktivasi reuma dan
timbulnya endokarditis infektif.
GAMBARAN KLINIS
·
Gejala klinis mungkin tidak ada
atau sebaliknya parah, bergantung pada tingkat regurgitasi.
·
Dapat terjadi kongesti paru,
dengan tanda-tanda dispnu dan hipertensi pulmonaris, apabila darah kembali ke
sistem vaskular paru.
·
Penurunan curah jantung akibat
penurunan volume sekuncup dapat menyebabkan rasa bergoyang dan kelelahan.
Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat perangsangan simpatis.
·
Hipertrofi ventrikel dan atrium
kiri dapat terjadi, sehingga timbul gagal jantung kongestif.
Perangkat Diagnostik
·
Murmur jantung sistolik dapat
didengar pada saat berdarah mendorong dengan kuat melewati katup.
·
Ekokardiografi dapat digunakan
untuk mendiagnosa adanya struktur dan gerakan katup yang abnormal.
Penatalaksanaan
·
Mungkin di perlukan terapi
untuk gagal jantung kongestif.
·
Dapat diusahakan penggantian
katup atau koreksi bedah.
Sebab-Sebab Insufisiensi Mitral
Sebab-sebab insufisiensi mitral adalah penyakit katub
rematik (acapkali lesi campuran, berupa stenosis dan regurgitasi), endokarditis
bakterialis dan sindroma katub terkulai. (Floppy valve syndrome), suatu keadaan
di mana keping katub dan korda terdinea ber elongasi (memanjang).
Insufisiensi katub mitral pula terjadi pada penyakit
jantung iskemik, dan infark luas yang terjadi pada dinding bawah, atau
disfungsi otot papiler atau ruptur. Penyulit infark miokard yang berupa
insufisiensi mitral akut, mempunyai mortalitas tinggi, resiko pembedahannyapun
tinggi.
1.
Diagnosa
a.
Gejala : Dispnea, mudah
lelah.
b.
Tanda : Pada sindroma
akut, terdapat curah jantung yang rendah, kegagalan jantung kongestip dan syok
kardiogenik, murmur pansistolik apikal, kongesti pulmonal, bunyi pulmonik kedua
mengeras, pembesaran ventrikel kiri.
c.
Foto sinar X : kariomegali
dengan pembesaran ventrikel kiri, sebagaimana pula atrium kiri.
d.
Tes khusus : EKG
memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, ekhokardiografi dapat menunjukkan
gerakan abnormal katub mitral. Kateterisasi jantung kanan memperlihatkan
peningkatan tekanan kapiler pulmoner berbentuk baji dengan gelombang U yang
prominen. Ini dapat dikerjakan di tempat tidur, pada kasus insufisiensi mitral
akut, dapat digunakan untuk membedakannya dengan ruptur septum ventrikuler
karena infark miokardial akut. Ventrikulografi kiri akan memastikan adanya
regurgitasi. Pada kasus penyakit jantung iskemik, arterigrafi koroner konkosyok
kardiogenik, maka sebelum dilaukan pembedahan harus dimasukkan balon intra
aortal pelawan pulsasi.
2.
Diagnosa Banding
Miksoma atrium kiri, sebagai penyebab insufisiensi
mitral.
3.
Riwayat Alamiah
Insufisiensi mitral kronik acapkali ditolerir dengan
baik selama beberapa tahun.
4.
Terapi
a.
Medik. Penderita dengan
insufisiensi mitral akut karena infark miokardial akut, harus (bila mungkin)
diterapi dengan obat-obatan yang menurunkan beban aliran, diuretika, dan pada
beberapa kasus, agen-agen inotropik untuk menstabilkan keadaan penderita dan
memberi kesempatan bagi penyembuhan infarknya.
Angka mortalitas pembedahan pada waktu pasca infark yang
segera. Tinggi resiko pembedahan dapat menurun, jika pembedahan itu dapat
ditunda selama 4 – 6 minggu. Insufisiensi mitral kronik diterapi dengan
digitalis dan diuretika.
b.
Pembedahan. Penderita dengan
insufisiensi mitral karena infark miokardial dengan syok kardiogenik yang
refrakter terhadap kelola medik, merupakan calon untuk penggantian katub dengan
segera.
Angka mortalitas pembedahan adalah
20% atau lebih. Penderita dengan insufisiensi mitral kronik kelas III atau IV
harus dipertimbangkan untuk penggantian katub mitral. Angkat mortalitas
pembedahannya 10-20%.
5.
Prognosa
Pada kasus-kasus insufisiensi mitral
karena penyakit jantung iskemik, prognosanya tergantung pada derajat disfungsi
ventrikuluer dan luasnya penyakit koroner. Pada insufisiensi mitral yang kronik,
perbaikan gejala dengan penurunan resistensi vaskuler pulmoner dapat terjadi.
Pronosanya tergantung pada derajat
disfungsi ventrikel kiri sebleum pembedahan, dan kerusakan miokardial yang
terjadi selama pembedahan.
0 komentar:
Posting Komentar