Rabu, 28 Desember 2011

Insufisiensi Mitralis


INSUFISIENSI MITRALIS

 
Insufisiensi mitralis memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna. Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah ke dalam aorta dan kembali ke dalam atrium kiri. Kerja ventrikel dari kiri maupun atrium kiri harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung.
Ventrikel kiri harus memompakan darah dalam jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah normal ke dalam aorta, dan darah yang kembali melalui katup mitralis. Misalnya, curah ventrikel normal per denyut (volume sekuncup) adalah 70 ml. bila aliran balik adalah 30 ml mil per denyut, maka ventrikel tersebut harus mampu memompakan 100 ml per denyut agar volume sekuncup dipertahankan tetap normal. Beban colume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami insufisiensi akan segera mengakibatkan dilatasi ventrikel. Menurut hukum Strarling pada jantung, dilatasi dinding ventrikel akan dinding ventrikel mengalami hipertrogi sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi selanjutnya.
Pada stadium awal regurgitasi mitralis kronis, ventrikel kiri masih mampu mengompensasi peningkatan beban volume tambahan tersebut. Walaupun curah ventrikel total (aliran ke depan maupun aliran yang kembali) meningkat, tetapi beban akhir atau jumlah tegangan dinding ventrikel yang harus ditimbulkan selama fase sistol untuk memompa darah menurun. Penurunan beban akhir ini terjadi karena ventrikel memompa sebagian volume sekuncup ke atrium kiri yang bertekanan rendah. Sebaliknya, pengurangan beban akhir terjadi karena aliran regurgitasi meningkatkan kemampuan aliran ke depan. Tetapi, akhirnya ventrikel mulai gagal bekerja sehingga terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan volume ventrikel residual dan aliran balik.
Insufisiensi menimbulkan beban volume tidak hanya bagi ventrikel kiri tetapi juga bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuk meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan kontraksi dan curah atrium lebih lanjut. Mula-mula peningkatkan kelenturan atrium kiri memungkinkan akomodasi peningkatkan volume tanpa kenaikan tekanan yang berarti. Sehingga untuk sementara atrium kiri dapat mengimbangi pengaruh volume regurgitasi, melindungi pembuluh paru-paru dan membatasi gejala-gejala paru-paru yang timbul.
Namun, regurgitasi mitralis merupakan lesi yang berlangsung secara terus menerus. Dengan makin meningkatnya volume dan ukuran ventrikel maka fungsi katup menjadi bertambah buruk. Pembesaran ruang jantung meningkatkan derajat regurgitasi dengan menggeser otot papilaris dan melebarkan lubang katup mitralis sehingga mengurangi kontak daun katup selama penutupan katup.
Bila lesi makin parah, atrium kiri menjadi tidak mapu lagi untuk meregang dan melindungi paru-paru. Kegagalan ventrikelkiri biasanya merupakan tahap awal untuk mempercepat dekompensasi jantung. Ventrikel kiri mendapat beban yang terlalu berat, dan aliran darah melalui aorta menjadi berkurang dan secara bersamaan terjadi kongesti kebelakang. Secara bertahap, urutan kejadian yang diperkirakan akan terjadi pada paru-paru dan jantung kanan yang terkena adalah
(1) kongesti vena puimonalis,
(2) edema interstisial,
(3) hipertensi arteria pulmonalis,
(4) hipertrofi ventrikel kanan.
 Perubahan ini tidak begitu nyata dibandingkan dengan perubahan pada stenosi mitralis. Insufisiensi mitralis juga dapat menyebabkan gagal jantung kanan walaupun lebih jarang dari pada stenosis mitralis.
Apabila awitan regurgitasi mitralis timbul akut, maka perjalanan klinisnya akan jauh berbeda dengan yang kronis (misal, pada ruptura otot papilaris setelah infark miokardium). Insufisiensi mitralis akut sangat sulit ditoleransi. Dalam keadaan normal, atrium kiri relatif tidak lentur sehingga tidak dapat mengembang mendadak untuk mengatasi volume regurgitasi (Gbr 32-6). Jadi, peningkatan volume dan tekanan yang mendadak akan diteruskan langsung ke pembuluh darah paru-paru. Dalam beberapa jam saja dapat terjadi edema paru-paru yang berat dan syok.
Gejala paling awal apda regurgitasi mitralis adalah :
(1) rasa lemah dan lelah akibat berkurangnya aliran darah.
(2) dispnea saat beraktivitas,
(3) palpitasi.

Gejala berat dicetuskan oleh kegagalan curah jantung dan kongesti paru-paru. Temuan berikut ini biasanya terdapat pada insufisiensi mitralis kronis yang berat :
1)      Auskultasi                       : Bising sepanjang fase sistol (bising holosistolik atau pansistolik).
2)      Ekokardiografi               :  Memastikan pembesaran ruang jantung, pemeriksaan aliran darah dengan warna pada katup mitralis memberikan pola gangguan aliran darah akibat regurgitasi pada katup mitralis.
3)      Elektrokardiogram         :  Pembesaran atrium kiri (pemitrale) bila iramanya sinus normal : fibrillasi atrium : hipertrofi ventrikel kiri.
4)      Radiografi dada             :  Pembesaran atrium kiri ; pembesaran ventrikel kiri ; kongestri pembuluh darah paru-paru dalam berbagai derajat.
5)      Temuan hemodinamik    :  Peningkatan tekanan atrium kiri dengan gelombang yang bermakna, peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri ; berbagai peningkatan tekanan paru-paru.

Katup mitral terbentuk dari anulus (cincin), tempat daun aterior dan posterior melekat. Daun ini di hubungkan melalu kordatendinea ke muskuli papilares yang ada di dinding ventrikel. Dinding posterior LA dan LV merupakan bagian fungsional aparatus mitral ini.
Lebih dari semuanya, endokarditis menyebabkan daun dan korda berkerut, menebal, dan lebih kaku sehingga menghambat penutupan katup. Namun, jika daun dan korda sangat memendek, murumur akan mulai pada awal sistole (SM ;  A, kiri). Pada prolaps katup mitral (sindrom barlow), korda terlalu panjang dan karena itudaun akan menonjol seperti parasut ke dalam atrium kiri ketika katup membuka. Prolaps daun katup menyebabkan klik midsistolik yang diikuti oleh refluks murmur sistolik akhir (LSM). Pada sindrom Marfan, keadaannya secara fungsional sama dengan pemanjangan dan bahkan ruptur korda serta dilatasi anulus. Pada penyakit jantung koroner, perubahan iskemik pada LV dapat menyebabkan Mr melalui ruptur muskulus papilaris dan / atau kotraksi yang lemah. Sekalipun terjadi iskemia sementara (angina pektoris ;  hlm. 218ff) regurgitasi mitral intermitmen (jekyll-Hyde) dapat terjadi pada keadaan tertentu (iskemia yang mengenai muskulus papilaris atau miokardium di dekatnya).
Efek MR adalah peningkatan beban volume pada jantung kiri karena sebagian volume sekuncup dipompa kembali ke LA. Volume regurgitasi ini dapat berjumlah hingga 80% dari SV. Volume regurgitasi/waktu bergantung pada :
Ø      Luas pembukaan mitral pada fase sistolik,
Ø      Gradien tekanan dari LV ke LA selama sistolik ventrikel, dan
Ø      Lama sistolik.

Tekanan atrium kiri (PLA) akan meningkat jika ada tambahan stenosis aorta dan hipertensi dan perbandingan sistol ventrikel pada siklus jantung (lama sistolik/waktu) meningkat pada takikardia (misal, pada aktivitas fisik atau takiatitmia akibat kerusakan atrium kiri), seperti faktor yang memperkuat efek MR.
Untuk mempertahankan volume sekuncup yang efektif dan normal ke dalam aorta meskipun terdapat regurgitas, pengisian ventrikel kiri selama diatole harus lebih besar daripada normal (gelombang pengisian cepat (RFW) dengan bunyi jantung ketiga penutupan ;  A). ejeksi volume akhir diastolik (EDV) yang meningkat ini oleh ventrikel kiri membutuhkan peningkatan tekanan dinding (hukum Laplace) yang memberikan beban kronik pada ventrikel ( gagal jantung, hlm 224). Selain itu, atrium kiri mendapatkan tekanan yang lebih besar selama sistolik (A, kiri ; gelombang tertinggi). Hal ini menyebabkan peregangan atrium kiri yang nyata (300-600 mL), sedangkan PLA hanya sedikit meningkatkan sehingga meningkatkan distensibilitas (kompilasi) atrium kiri dalam jangka panjang secara bertahap. Akibatnya, MR kronik (A, kiri) menyebabkan edema paru dan hipertensi pulmonal (hlm. 214) meskipun jauh lebih jarang terjadi dari pada yang terjadi pada strnosisi mitral (154) atau MR akut (lihat bawah). Peregangan atrium kiri juga menyebabkan daun posterior katup mitral jadi bergeser sehingga regurgitasi jadi lebih berat (yaitu, terjadi lingkaran setan). Lingkaran setan yang lain, yaitu MR  meningkatkan beban jantung kiri  gagal jantung  dilatasi ventrikel  MR , dapat dengan cepat menimbulkan dekompensasi MR.
Jika terjadi Mr akut (misal, ruptur muskulus papilaris), atrium kiri tidak dapat banyak regangan (komplians yang rendah). Karena itu, PLA akan meningkat hampir menyamai tekanan ventrikel selama sistolik (A, kanan ; gelombang V yang sangat tinggi) sehingga gradien tekanan antara LV dan atrium kiri akan kecil dan regurgitasi berkurang pada akhir sistolik. (murmur sistolik berbentuk kumparan ; A, SM kanan). Atrium kiri juga mampu melakukan kotraksi yang kuat (A, kanan ; bunyi jantung keempat) karena atrium hanya sedikit membesar. PLA yang tinggi pada keadaan tertentu dapat dengan cepat menyebabkan edema paru selain penurunan curah jantung ( syok, hlm. 230 ff.) sehingga menempatkan pasien dlaam keadaan besar.
Etilogi dibagi atas reumatik dan nonreumatik (degeneratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma, dan lain-lain). Di Indonesia penyebab terbanyak adalah demam reumatik. Sekitar 30% tidak mempunyai riwayat demam reumatik yang jelas.


Manifestasi Klinis
Regurgitasi mitral dapat ditoleransi dalam jangka waktu lama tanpa keluhan pada jantung, baik saat istirahat maupun beraktivitas. Sesak napas dan lekas lelah merupakan keluhan awal secara berangsur-angsur menjadi orotopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan edema perifer.
Pada pemeriksaan fisik, fasies mitral lebih jarang terjadi dibandingkan dengan stenosis mitral. Pada palpasi tergantung derajat regurgiatasinya, mungkin didapatkan peningkatan aktivitas jantung kiri. Pada auskultasi terdengar bising pansisitolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila, dan mengeras pada ekspirasi. Bunyi jantung pertama melemah, katup tidak menutup sempurna pada akhir distolik. Pada saat tersebut tekanan atrium dan vertikel kiri sama. Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian cepat ke ventrikel kiri pada awal diastolik dan diikuti diatolic flow murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.

Pemeriksaan Penunjang
Pada insufisiensi mitral yang ringan mungkin hanya terlihat gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang masih normal. Pada tahap lanjut terlihat aksis yang yang bergeser ke kiri dan disertai hipertrofi ventrikel kiri. Blok berkas kanan yang tidak komplit (rsR di V1 di dapat kan pada 5% pasien. Semakin lama penyakit, kemungkinan timbulnya aritmia atrium semakin besar. Kadang-kadang timbul ekstrasistolik, takikardi, dan flutter atrium, paling sering fibrilasi, yang awalnya paroksismal dan akhirnya menentap.
Pada pemeriksaan foto toraks, kasus ringan tanpa gangguang hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya normal. Pada keadaan lebih berat terlihat pembesaran atrium kiri perkapuran pada anulus mitral.
Fonokardiografi dilakukan untuk mencatat konfirmasi bising dan mencatat adanya bunyi jantung ketiga pada insufisiensi mitral sedang sampai berat. Ekokardiografi digunakan untuk mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral. Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat regurgitasi. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan ada tidaknya reuma aktif / reaktivasi.

Penatalaksanaan
Pemberian antiniotik untuk mencegah reaktivasi reuma dan timbulnya endokarditis infektif.

GAMBARAN KLINIS
·         Gejala klinis mungkin tidak ada atau sebaliknya parah, bergantung pada tingkat regurgitasi.
·         Dapat terjadi kongesti paru, dengan tanda-tanda dispnu dan hipertensi pulmonaris, apabila darah kembali ke sistem vaskular paru.
·         Penurunan curah jantung akibat penurunan volume sekuncup dapat menyebabkan rasa bergoyang dan kelelahan. Kecepatan denyut jantung mungkin meningkat akibat perangsangan simpatis.
·         Hipertrofi ventrikel dan atrium kiri dapat terjadi, sehingga timbul gagal jantung kongestif.

Perangkat Diagnostik
·         Murmur jantung sistolik dapat didengar pada saat berdarah mendorong dengan kuat melewati katup.
·         Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya struktur dan gerakan katup yang abnormal.

Penatalaksanaan
·         Mungkin di perlukan terapi untuk gagal jantung kongestif.
·         Dapat diusahakan penggantian katup atau koreksi bedah.


Sebab-Sebab Insufisiensi Mitral
Sebab-sebab insufisiensi mitral adalah penyakit katub rematik (acapkali lesi campuran, berupa stenosis dan regurgitasi), endokarditis bakterialis dan sindroma katub terkulai. (Floppy valve syndrome), suatu keadaan di mana keping katub dan korda terdinea ber elongasi (memanjang).
Insufisiensi katub mitral pula terjadi pada penyakit jantung iskemik, dan infark luas yang terjadi pada dinding bawah, atau disfungsi otot papiler atau ruptur. Penyulit infark miokard yang berupa insufisiensi mitral akut, mempunyai mortalitas tinggi, resiko pembedahannyapun tinggi.
1.      Diagnosa
a.       Gejala           :  Dispnea, mudah lelah.
b.      Tanda           :  Pada sindroma akut, terdapat curah jantung yang rendah, kegagalan jantung kongestip dan syok kardiogenik, murmur pansistolik apikal, kongesti pulmonal, bunyi pulmonik kedua mengeras, pembesaran ventrikel kiri.
c.       Foto sinar X :  kariomegali dengan pembesaran ventrikel kiri, sebagaimana pula atrium kiri.
d.      Tes khusus    :  EKG memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, ekhokardiografi dapat menunjukkan gerakan abnormal katub mitral. Kateterisasi jantung kanan memperlihatkan peningkatan tekanan kapiler pulmoner berbentuk baji dengan gelombang U yang prominen. Ini dapat dikerjakan di tempat tidur, pada kasus insufisiensi mitral akut, dapat digunakan untuk membedakannya dengan ruptur septum ventrikuler karena infark miokardial akut. Ventrikulografi kiri akan memastikan adanya regurgitasi. Pada kasus penyakit jantung iskemik, arterigrafi koroner konkosyok kardiogenik, maka sebelum dilaukan pembedahan harus dimasukkan balon intra aortal pelawan pulsasi.

2.      Diagnosa Banding
Miksoma atrium kiri, sebagai penyebab insufisiensi mitral.

3.      Riwayat Alamiah
Insufisiensi mitral kronik acapkali ditolerir dengan baik selama beberapa tahun.

4.      Terapi
a.       Medik. Penderita dengan insufisiensi mitral akut karena infark miokardial akut, harus (bila mungkin) diterapi dengan obat-obatan yang menurunkan beban aliran, diuretika, dan pada beberapa kasus, agen-agen inotropik untuk menstabilkan keadaan penderita dan memberi kesempatan bagi penyembuhan infarknya.
Angka mortalitas pembedahan pada waktu pasca infark yang segera. Tinggi resiko pembedahan dapat menurun, jika pembedahan itu dapat ditunda selama 4 – 6 minggu. Insufisiensi mitral kronik diterapi dengan digitalis dan diuretika.
b.      Pembedahan. Penderita dengan insufisiensi mitral karena infark miokardial dengan syok kardiogenik yang refrakter terhadap kelola medik, merupakan calon untuk penggantian katub dengan segera.
Angka mortalitas pembedahan adalah 20% atau lebih. Penderita dengan insufisiensi mitral kronik kelas III atau IV harus dipertimbangkan untuk penggantian katub mitral. Angkat mortalitas pembedahannya 10-20%.

5.      Prognosa
Pada kasus-kasus insufisiensi mitral karena penyakit jantung iskemik, prognosanya tergantung pada derajat disfungsi ventrikuluer dan luasnya penyakit koroner. Pada insufisiensi mitral yang kronik, perbaikan gejala dengan penurunan resistensi vaskuler pulmoner dapat terjadi.
Pronosanya tergantung pada derajat disfungsi ventrikel kiri sebleum pembedahan, dan kerusakan miokardial yang terjadi selama pembedahan.

0 komentar: