Rabu, 28 Desember 2011

Kontraktur


A. Pendahuluan
Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka.
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri. (1,2,3,4,5,6)
Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. (1,2,3,7)
Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari. (2,8)

B. Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan jaringan yang menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase penyembuhan luka. (6)
1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase
Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, benda­benda asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai.
Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu :
a. Komponen vaskuler
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem.
b. Komponen hemostatik
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
c. Komponen selluler
Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri.
2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat
Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, mempunyai 3 komponen, yaitu :
a. Komponen epitelisasi
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.
b. Komponen kontraksi luka
Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.
c. Reparasi jaringan ikat
Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

C. Klasifikasi Kontraktur
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi : (2,3,4,5,6)
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen .
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.

D. Patofisiologi
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur. (2,8)

E. Pencegahan Kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi : (1,2,3,6,9,10)
1. Mencegah infeksi
Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur.
2. Skin graft atau Skin flap
Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ;
a. Proper positioning (posisi penderita)
b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
c. Stretching
d. Splinting / bracing
e. Mobilisasi / ambulasi awal

F. Penanganan Kontraktur
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. (1,2,6,8,10) Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. (3,4) Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.(1,24,10)
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
- Leher : ekstensi / hiperekstensi
- bahu : abduksi, rolasi eksterna
- Antebrakii : supinasi
- Trunkus : alignment yang lurus
- Lutut : lurus, jlarak antara lutut kanan dan kiri 20”
- Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
- Pergelangan kaki : dorsofleksi

Proper positioning untuk penderita luka bakar
a. Exercise
Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. (2,8,10) Adapun macam-macam exercise adalah :
- Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
- Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
- Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.
- Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan mela­wan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
- Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita.
b. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang. (2,10)
c. Splinting / bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
d. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.
2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara : (11)
a. Z - plasty atau S - plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-­hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.


KEPUSTAKAAN
1. Saleem S, Valbona C. Immobilization. In : Garrison S,I. Handbook oh physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia. JB. Lippincott Co. 1995; 188-189.
2. Halar EM, Bell KR. Contracture and other deletrious. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine, principles and practices. Second ed. Philadelphia, Lippincott Co. 1993-, 681-689.
3. Irain K. Burns. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia. JB. Lippincott Co. 1995; 95-97, 102-103.
4. Fisher SV. Rehabililation management of burns. In : Medical rehabilitation. Baltimore; Williams and Wilkins 1984; 306-307.
5. Bowser BL, Solis IS. Pediatrics rehabilitation. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia. .113. Lippincott Co. 1995; ­261-262, 267-270.
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar bedah, 1997, 72-73, 1131, 1219-1221.
7. Dorland’s. Illustrated medical dictionary. 25th ed. WB Saunders 1980; 355-815.
8. Kottke FJ. Therapeutic exercise to maintain mobility. In : Krusen’s Handbook of physical medicine and rehabilitation. Thieth ed. Philadelphia. WB Saunders Co. 1982; 398-401.
9. Powell M, Kershaw R. Principles of treatment of orthopaedic patients. In Orthopaedic nursing and rehabilitation. 9th ed. Churcill Livingstone : English Language Book Society. 1986; 34-42.
10. Joynt RL, Findley TW. Therapeutic and exercise. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine; principles and practices. Seconded. Philadelphia, Lippincott Co. 1993; 535.
11. Converse JM. Reconstructive plastic surgery. Second ed. WB Saunders, 1977; 1596­-1635.

0 komentar: