Selasa, 03 Januari 2012

asuhan keperawatan stridor


ASUHAN KEPERAWATAN STRIDOR

A.  Pengertian
Stridor adalah suara, abnormal bernada tinggi yang dihasilkan oleh aliran udara turbulen melalui sebagian jalan napas yang terhambat pada tingkat supraglottis, glotis, subglottis, dan atau trakea. Karakteristik nada suara barmacam-macam (misalnya, kasar, musik, atau mendesah), namun kombinasi dengan , volume, durasi, tingkat onset, dan gejala terkait, karakter nada dapat memberikan petunjuk tambahan diagnostik. Dalam semua kasus, itu harus dibedakan dari stertor, yang merupakan suara, bernada rendah-mendengkur-jenis yang dihasilkan di tingkat nasofaring, oropharynx, dan, kadang-kadang,supraglottis.

B.   Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan Stridor bronkhial.

  1. Faktor predisposisi

Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit stridor bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2.   Faktor presipitasi
a.   Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1).  Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2).  Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3).  Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b.   Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi stridor. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan stridor. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.   Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan stridor, selain itu juga bisa memperberat serangan stridor yang sudah ada. Disamping gejala stridor yang timbul harus segera diobati penderita stridor yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala stridornya belum bisa diobati.
d.   Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan stridor. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e.   Olah raga/ aktifitas jstridorni yang berat
Sebagian besar penderita stridor akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jstridorni atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan stridor. Serangan stridor karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.




C.  Patofisiologi
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada stridor, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita stridor biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.  Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan stridor akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Etiologi
Merangsang imun dan kontraksi saluran pernafasan
Penyempitan aliran udara inspirasi dan ekspirasi
Timbul bunyi abnormal saat eks dan inspirasi
Gangguan pada aliran oksigen dan karbondioksia
Gangguan pertukaran gas
Hipoksia, anoreksia, cemas



D.  Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.  
Gejala klasik dari stridor  ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. 
Pada serangan stridor yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan stridor seringkali terjadi pada malam hari.

E.   Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
a.  Analisa gas darah pada umumnya normal  akan tetapi  dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b.   Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c.   Hiponatremia dan kadar  leukosit kadang-kadang  di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetus :
F     Allergen, Olahraga, Cuaca, Emosi
F     Imun respon menjadi aktif Pelepasan mediator humoral
F     Histamine, SRS-A, Serotonin, Kinin, Bronkospasme
F     Edema mukosa, Sekresi meningkat, inflamasi, Penghambat kortikosteroid
F     Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

F.  Pemeriksaan penunjang
1.   Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada stridor pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
F     Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
F     Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
F     Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
F     Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
F     Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2.   Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada stridor.
3.   Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi  3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
F     Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
F     Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB         (Right bundle branch block).
F     Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4.   Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan stridor tidak menyeluruh pada paru-paru.
5.   Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis stridor adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis stridor.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

G.  Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status stridortikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

H.    Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan stridor bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan stridor
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit stridor, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada stridor bronkhial terbagi 2, yaitu:

1.   Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2.   Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a.   Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricstridor)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricstridor Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivstridor serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b.   Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan stridor akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan stridor. Manfaatnya adalah untuk penderita stridor alergi terutama anakanak.  Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti stridor yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap stridor seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien stridor adalah sebagai berikut:
a.   Riwayat kesehatan yang lalu:
F     Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
F     Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
F     Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b.   Aktivitas
F     Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
F     Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
F     aktivitas sehari-hari.
F     Tidur dalam posisi duduk tinggi.

c.   Pernapasan
F     Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
F     Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
F     Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
F     hidung.
F     Adanya bunyi napas mengi, Adanya batuk berulang.

d.   Sirkulasi
F     Adanya peningkatan tekanan darah.
F     Adanya peningkatan frekuensi jantung.
F     Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis,
F     Kemerahan atau berkeringat
e.   Integritas ego
Ansietas, Ketakutan, Peka rangsangan, Gelisah
d.   Asupan nutrisi
F     Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
F     Penurunan berat badan karena anoreksia.
e.   Hubungan sosal
F     Keterbatasan mobilitas fisik.
F     Susah bicara atau bicara terbata-bata.
F     Adanya ketergantungan pada orang lain.
f.   Seksualitas
Penurunan libido

2.   Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a.   Tak efektif bersihan jalan nafas b/d spasme otot sal. pernafasan.
Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
Intervensi :
Mandiri
F     Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
F     Kaji / pantau  FRekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi /ekspirasi.
F     Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
F     Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
F     Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
F     Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.
Kolaborasi
F     Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
Rasionalisasi
F     Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
F     Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
F     Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
F     Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
F     Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
F     Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat apat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan  pasme bronkus.
F     Bronkhodilator membantu erelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan puroduksi mukosa.

b.   Malnutrisi b/d anoreksia
Tujuan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
            Intervensi :
Mandiri
F     Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
F     Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
Kolaborasi
F     Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rsionalisasi :
F     Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
F     Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan  mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
F     Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan.

c.   Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen
Tujuan : perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
Intervensi :
Mandiri
F     Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
F     Palpasi fremitus Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
F     Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
Rasionalisasi
F     Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral  mengindikasi kan beratnya hipoksemia.
F     Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.
F     Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek
F     hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
F     Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

d.   Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Tujuan :
F     Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
F     Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi :
Mandiri
F     Awasi suhu.
F     Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi
F     Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.
Rasionalisasi
F     Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
F     Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahananterhadap infeksi
F     Untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial

e.   Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
F     Jelaskan tentang penyakit individu
F     Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
F     Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler.
Rasioalisasi
F     Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
F     Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping yang mengganggu dan merugikan.
F     Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya.









DAFTAR PUSTAKA

1.      Baratawidjaja, K. (1990) “Stridor Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
2.      Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
3.      Crockett, A. (1997) “Penanganan Stridor dalam Penyakit Primer”, Jakarta : Hipocrates.
4.      Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell Scientific Publication.
5.      Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
6.      Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
7.      Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta  : EGC.
8.      Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”, Jakarta : EGC.
9.      Pullen, R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.
10.  Rab, T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.
11.  Rab, T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.
12.  Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku Satu, Jakarta : Salemba Medika.
13.  Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.
14.  Sundaru, H. (1995) “Stridor ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.

0 komentar: