KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji
dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan hidayh, ridho, dan serta tidak
lupa shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga kelompok kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Konsep Nyeri”. Adapun tujuan dasar
dibuatnya makalah ini untuk membantu para akademis khususnya mahasiswa
Keperawatan yang sedang mempelajari Konsep Nyeri. Selain itu, masih minimnya
pengetahuan tentang Konsep Nyeri.
Kelompok kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini yang
mendorong kelompok kami untuk minta kritik dan saran yang sifatnya membangun,
agar makalah ini dapat disempurnakan di waktu yang akan datang. Akhir kata,
kelompok kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Konsep Nyeri. Amin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Palembang, Mei 2010
Penulis
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Nyeri adalah keluhan yang
sering kita jumpai dalam praktik sehari-hari. Pengalaman nyeri dapat dibagi 3
bagian : nosisentif, respons subyektif/kognitif terhadap masukan nosiseptif dan
respons perilaku terhadap masukan. Sensasi nyeri dapat dirasakan berasal dari
seluruh bagian tubuh kita karena pada umumnya seluruh jaringan tubuh mendapat
persarafan. Karena itu pasien dapat datang karena keluhan nyeri kepala, nyeri
di bagian mata atau telinga, nyeri dada, nyeri pinggang, nyeri dalam perut,
nyeri daerah panggul, nyeri lutut, nyeri tumit dan sebagainya. Sensasi nyeri ini
dapat bervariasi. Dari gambaran di atas dapat dimengerti bahwa tidaklah mudah
untuk menangani kasus dengan keluhan nyeri. Kesulitan ini bertambah bila nyeri
berasal visera.
Nyeri tak dapat ditunjukkan
dengan tepat lokasinya, seringkali bahkan tumpang tindih dengan komponen nyeri
rujukan, belum lagi tambahan penyulit dari kon psikologinya. Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi
sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau
menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu
letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri
hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi
mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
a) Apa yang dimaksud dengan Nyeri?
b) Apa perbedaan antara Nyeri Akut dan Nyeri
Kronis?
c) Bagaimana akibat negatif dari nyeri?
d) Mejelaskan bagaimana persepsi terhadap
nyeri?
e) Menjelaaskan bagaiman pengkajian
keperawatan tentang nyeri?
1.3. TUJUAN
a) Untuk mengetahui definisi dari Nyeri
b) Membedakan antara Nyeri Akut dan Nyeri
Kronis
c) Mengetahui akibat-akibat negatif dari
nyeri
d) Mengetahui bagaimana persepsi terhadap
nyeri
e) Mengetahui bagaimana keperawatan tentang
nyeri
1.4. METODE
Metode yang
digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan menggunakan study pustaka,
dengan mencari dari berbagai sumber tentang Konse Nyeri, baik dalam buku maupun
melalui internet.
KONSEP NYERI
2.1. DEFINISI
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang
tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial
(Corwin J.E.).
Nyeri didefinisikan sebagai
suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association
for Study of Pain (IASP), Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan
beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Definisi keperawatan tentang
nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Keberadaan nyeri
adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa itu ada. Definisi ini
berdasarkan dua pokok penting.
Pertama, perawat percaya
kepada pasien pada saat mereka menunjukkan bahwa mereka merasakan nyeri. Nyeri
dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat
didentifikasi. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimuli fisik dan
mental atau stimuli emosional. Oleh karena itu, mengkaji nyeri individu
mencakup pengumpulan informasi tentang penyebsb fisik dari nyeri juga faktor
mental dan emosional yang mempengaruhi persepsi individu terhadap nyeri.
Pokok penting yang harus slalu
diingat adalah, apa yang ”dikatakan” pasien tentang nyeri adalah tidak ada
pernyataan verbal. Perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku
nonverbal yang dapat terjadi bersama nyeri.
2.2. NYERI AKUT VERSUS KRONIK
Bersarkan
durasi/lamanya
2.2.1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya datangnya
tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi
dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan
terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akkut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam
bulan.
Cedera atau penyakit yang
menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara sepotan atau dapat memerlukan
pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat,
barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit.
2.2.2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini
berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai
waaktu yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
kepada penyebabnya.
Nyeri kronis sering
didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam atau lebih, meskipun
enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara
nyeri akut dan nyeri kronis. Suatu periode nyeri dapat mempunyai karakteristik
nyeri kronis sebelum 6 bulan telah berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat
tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari 6 bulan.
No |
Nyeri akut
|
Nyeri kronis
|
1
|
Peristiwa baru, tiba-tiba, durasi singkat
|
Pengalaman nyeri yang menetap / kontinyu selama lebih dari 6 bulan
|
2
|
Berkaitan dengan penyakit akut, operasi, prosedur pengobatan atau
trauma
|
Intensitas nyeri sukar untuk diturunkan
|
3
|
Sifat nyeri jelas dan mungkin untuk hilang
|
Sifatnya kurang jelas dan kecil kemungkinan
untuk sembuh / hilang
|
4
|
Timbul akibat stimulus langsung rangsang noksius misalnya mekanik,
inflamasi
|
Rasa nyeri biasanya meningkat
|
5
|
Umumnya bersifat sementara yaitu sampai dengan penyembuhan
|
Dikategorikan sebagai :
a. Nyeri
kronis maligna
Jika nyeri berhubungan
dengan kanker atau penyakit progresif lainnya
b. Nyeri
kronis Non maligna
Jika nyeri akibat kerusakan jaringan non progresif lalu
yang telah mengalami penyembuhan
|
6
|
Area nyeri
dapat diidentifikasi. Rasa nyeri cepat berkurang
|
Area nyeri tidak mudah diidentifikasi.
|
Berdasarkan Intensitas
a. Nyeri
Berat
b. Nyeri Sedang
c. Nyeri
Ringan
Untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan seseorang, dapat digunakan
alat bantu yaitu dengan skala nyeri. Skala nyeri yang umum digunakan adalah
cara Mc.Gill dengan menggunakan skala 0-5 :
0 = tidak
ada nyeri
1 = nyeri ringan
2 = tidak
menyenangkan
3 =
mengganggu
4 =
menakutkan
5 = sangat
menakutkan
Skala ini disebut dengan "The
Present Pain Intensity". Pada skala ini pasien akan menunjukkan lokasi
timbulnya hantaran yang mempengaruhi sampai menjadi gangguan nyeri yang berat.
Pengkajian yang lebih
sederhana dan mudah dilakukan adalah menggunakan skala 0-10, yaitu analog
visual skala dengan cara menyatakan sejauh mana nyeri yang dirasakan klien.
Menurut smeltzer, S.C bare B.G
(2002) adalah sebagai berikut :
1)
skala intensitas nyeri deskritif
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeriberat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
2.3 EFEK MEMBAHAYAKAN DARI NYERI
2.3.1. Nyeri Akut
Tanpa melihat sifat, pola atau penyebab nyeri,
nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang disebabkanya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan
mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskular,
dan gastrointestinal. Respon stress yang terjadi dengan trauma juga terjadi
dengan penyebab nyeri hebat lainnya.
Respon stres dapat meningkatkan resiko
pasien tergadap gangguan fisiologis. Pasien dengan nyeri hebat dan stres yang
berkaitan dengan nyeri dapat tidak mampu untuk nafas dalam dan mengalami
peningkatan nyeri dan mobilitas menurun. Pereda nyeri yang efektif dapat
mengakibatkan penyembuhan yang lebih cepat dan kembali ketingkat aktivitas
sebelumnya lebih cepat, termasuk bekerja.
2.3.2. Nyeri Kronis
Sama seperti halnya nyeri akut yang
mempunyai efek negatif, nyeri kronis juga mempunyai efek yang merugikan.
Supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan
pertumbuhan tumor. Tambahan pula, nyeri kronis sering mengakibatkan depresi dan
ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan
melakukan hubungan interpersonal sebelum nyeri mulaai terjadi. Ketidakmampuan
ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian dan makan.
2.4. Fisiologi nyeri
Nyeri terjadi bila ada kerusakan jaringan yang
aktual maupun potensial. Kerusakan jaringan (yang bisa disebabkan oleh thermal,
mekanik, dsb; seperti tercantum dalam tipe nyeri), menyebabkan lepasnya
mediator nyeri seperti bradikinin, histamin, asetilkolin, serotinin,
angiotensin, vasopresin yang memberikan sinyal kepada reseptor nyeri (yang
berupa akhiran syaraf bebas yang terletak di hampir seluruh tubuh), sehingga
impuls tersebut dihantarkan ke otak melalui penghantar impuls nyeri (serat
afferen) ke otak untuk diolah dan diterjemahkan.
Secara jelas proses terjadinya
nyeri adalah sebagai berikut:
Adanya stimulus menyebabkan reseptor di kulit
terangsang sehingga mengirimkan impuls melalui syaraf tipe III (serabut syaraf
Delta A) yang bersifat aferen sensoris sehingga sampai di medula spinalis cornu
posterior. Pada radiks posterior, rangsang dari serabut tebal (Delta A
Bermielin) memperkuat tekanan pada sel dalam substansia gelatinosa sehingga sel
substansia gelatinosa menyempit dan menyebabkan rangsangan sel T (sel transmisi
sentral pada radiks posterior) menjadi lemah. Akibat hantaran impuls yang
relatif cepat, impuls diteruskan melalui traktus spinothalamicus memasuki
thalamus untuk memberi tahu rasa nyeri diteruskan ke daerah postcentralis
cortex cerebri.
Bersamaan dengan impuls yang
dibawa serabut aferen untuk menghantarkan persepsi nyeri ke pusat, terjadi pula
refleks yang memberitahukan bahwa pada jaringan di sekitar kulit (sensori)
sedang mengalami kerusakan yang menimbulkan rasa nyeri sehingga terjadi gerakan
untuk menjauhi sumber nyeri. Perjalanan impuls refleks ini tentu saja melalui
lengkung refleks. Lintasan untuk membangkitkan refleks tersebut tidak langsung
berjalan ke motor neuron anterior melainkan mula-mula ke dalam kelompok
interneuron dan kemudian ke motor neuron. Sirkuit tersingkat yang mungkin
adalah suatu arkus 3-4 neuron, tetapi kebanyakan dari sinyal refleks tersebar
melalui jauh lebih banyak neuron, hal ini menyangkut sirkuit-sirkuit utama :
- sirkuit devergens penyebaran refleks-refleks ke
otot yang penting untuk penarikan diri, dalam hal ini bicep brachii.
- Sirkuit inhibisi otot-otot antagonis dengan
bicep dalam hal ini triceps
Selain refleks fleksor yang bersifat
nociceptik tersebut menyebabkan jauhnya lengan dengan sumber asal rangsang yang
menimbulkan nyeri pada kulit, juga terjadi refleks mengusap bagian yang nyeri
dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Jadi setelah corteks cerebri
mengetahui lokasi rasa nyeri, maka dengan segera respon dikirim melalui serabut
eferen motorik ke efektor.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri
adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien
dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor
dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus),
somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
2.5. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN NYERI
Pengkajian pada nyeri adalah hal yang
sangat penting. Yang termasuk pada pengkajian nyeri adalah pengkajian subjektif
dan objektif, yaitu gambaran pernyataan individu dari nyeri yang dirasakan
serta observasi perilaku individu tersebut.
Setiap orang mempunyai kebutuhan dasar
untuk bebas dari nyeri dan ketidaknyamanan. Manusia akan termotivasi untuk
menghindari nyeri .Nyeri dapat terjadi sebagai hasil ketidak adequatan dari
pemenuhan kubutuhan dasar manusia. Sebagai contoh, jika kebutuhan eliminasi
urine tidak terpenuhi karena terhambat oleh adanya batu ginjal, maka nyeri akan
terjadi. Sebagian dari pengkajian keperawatan adalah untuk mengidentifikasi
beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang berkaitan dengan nyeri. Pengkajian
nyeri sulit karena tidak ada alat ukur objektif untuk nyeri. Selain itu juga
faktor psikologi dan somatik sangat mempengaruhi nyeri. Tiap individu mempunyai
cara yang unik untuk mengekspresikan rasa nyerinya. Begitu juga cara tiap
individu melaporkan atau mengartikan rasa nyeri akan berbeda-beda. Hal ini yang
akan menyulitkan perawat untuk melakukan pengkajian nyeri. Sebagai contoh,
seorang perawat bisa saja menginterpretasikann nyeri seseorang sesuai dengan
pengalaman pribadinya daripada memperhatikan penampilan klien.
2.5.1. Mengkaji Persepsi Nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri
dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat,
alat tersebut harus memenuhi kriteria berikut:
- Mudah dimengerti dan digunakan
- Memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien
- Mudah dinilai
- Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk
mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk mengevaluasi efektivitas
intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi alternatif atau
tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan nyeri
individu.
Deskripsi Verbal tentang
Nyeri. Individu
merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus
diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan
nyeri individual dalam beberapa cara sbb:
·
Intensitas
Nyeri. Individual daapat
diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (mis: tidak nyeri,
sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat)
·
Karakteristik
Nyeri, termasuk letak
(area dimana nyeri pada berbagai organ), durasi (menit, jam, hari,
bulan), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan
berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (nyeri
seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet)
·
Faktor-faktor
yang Meredakan Nyeri (mis,
gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas) apa
yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
·
Efek
Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan sehari-hari (mis; tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi
dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai).
·
Kekhawatiran
Individu tentang Nyeri.
Dapat meliputi berbagai maasalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis,
pengaruh terhadap peran dan perubaahan citra diri.
·
Skala
Analogi Visual (VAS),
yang telah dibahas pada bab sebelumnya sangat berguna dalam mengkaji intensitas
nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan
ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik
pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang tersebut.
Ujung kiri biasanya menandakan "tidak ada" atau " tidak nyeri",
sedangkan ujung kanan biasanya menandakan "berat" atau ” nyeri yang
paling buruk". Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang
garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari "tidak ada nyeri"
diukur dan ditulis dalam sentimeter.
SKALA ITENSITAS NYERI
|
|||||
|
|
||||||||||
|
|
- *Jika digunakan sebagai grafik skala peringkat, dianjurksn nilai dasar 10 cm
- **Nilai dasar 10 cm dianjurkan untuk skala VAS
Dikarenakan nyeri merupakan
pengalaman interpersonal, perawat harus menayakannya secara langsung kepada
klien.
2.5.2. Mengkaji Respon Fisiologik dan Perilaku
Terhadap Nyeri
Indikator fisiologis dan perilaku nyeri
yang dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada; namun demikian, hal ini
bukan berarti bahwa pasien tidak mengalami nyeri.
Indikator Fisiologis Nyeri.
Perubahan fisiologis
involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan
verbal pasien. Respon involunter ini seperti meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, pucat dan berkeringat adalah indikator saraf otonom, bukan nyeri.
Frekuensi jantung pasien dapat
menurun dalam berespons terhadap nyeri akut dan meningkat hanya setelah nyeri
hilang. Pasien yang mengalami nyeri akut yang hebat mungkin tidak menunjukan
frekuensi pernafasan yang meningkat, tetapi akan menahan nafasnya. Sedangkan
pasien dengan nyeri kronis yang sangat dalam dapat tidak menunjukkan perubahan
fisiologik.
Respon Perilaku terhadap
Nyeri. Repon perilaku
terhadap nyeri dapat mencakup pernyatan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah,
gerakan tubuh, kontak fisik dengan oranng lain, atau perubahan respons terhadap
lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakan bagian tubuh, mengepal.
2.5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Respon Nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh
sejumlah faktor yaitu:
Arti nyeri terhadap
individu. Berhubungan
dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana
mengatasinya.
Pengalaman Masa Lalu dengan
Nyeri, Adalah menarik
untuk berharap diamana individu yang mempunyai pengalaman multipel dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran
terhadap nyeri dibanding orang yang hanya mengalami sedikit nyeri. Individu
dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri
dan pengobatanya yang tidak adekuat. Sekali individu mengalami nyeri berat,
individu tersebut mengetahui hanya seberapa berat nyeri itu dapat terjadi.
Sebaliknya, individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai
rasa takut terhadap nyeri itu.
Budaya dan Nyeri. Budaya mempunyai pengaruh pada bagaimana
seseorang berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku
dalam berespon terhadap nyeri). Namun, budaya tidak mempengaruhi persepsi
nyeri.
Orang belajar dari budayanya,
bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu
daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima
karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan
seseorang mengatasi nyeri.
Support keluarga dan sosial. Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan
dan perlindung.
Usia dan Nyeri. Pengaruh usia pada persepasi nyeri dan
toleransi nyeri tidak diketahui secara luas. Cara anak-anak merespon nyeri
dapat berbeda dengan cara orang yang lebih dewasa dan sudah lansia. Anak belum
bisa mengungkapkan nyeri sehingga perawat harus mengkaji responnyeri ada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologisdan mengalami
kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yangdialami, karena
mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalanidan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
Jenis Kelamin (seks, dll). Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan
wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih
dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri,
wanita boleh mengeluh nyeri).
Ansietas. Cemas meningkatkan persepsi terhadap
nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
Efek Plasebo. Efek plasebo terjadi ketika seseorang
berespons terhadap penobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa
pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan
atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan
saja sudah memberikan efek positif.
Hubungan pasien-perawat dapat
juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo.
Karena kesalahan persepsi
tentang plasebo dan efek plasebo, prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk berikut
garus slalu diingat:
· Efek Plasebo bukan suatu indikasi bahwa
seseorang tidak mengalami nyeri; sebaliknya, adalah suatu respons fisiologis
yang nyata.
· Plasebo tidak boleh digunakan untuk
menguji kejujuran seseorang tentang nyeri atau sebagai pengobatan garis depan.
· Respon positif terhadap Plasebo, yaitu
menurunkan nyeri, jangan pernah diinterprestasikan sebagai suatu indikasi bahwa
nyeri yang dialami pasien tidak nyata.
· Pasien jangan pernah marah diberikan suatu
plasebo (pil gula) sebagai suatu pengganti analgasik. Meskipun plasebo dapat menghasilkan
analgesia, pasien yang menerima plasebo dapat melaporkan nyerinya hilang atau
mereka mengatakan merasakan sedikit lebih baik agar tidak mengecewakan pasien.
2.6 RESPON PSIKOLOGIS
Respon psikologis sangat berkaitan dengan
pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat
dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor
sosial budaya.
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik
ringan maupun berat.yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa
dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup pola fikir, aktifitas seseorang
secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan
gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiologikal. Dua
kategori dasar dari nyeri yang secara umum diketahui: nyeri akut dan nyeri
kronis.
Nyeri akut biasanya datangnya
tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Dan Nyeri kronik adalah
nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri
kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam atau
lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk
membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis.
Dalam pengkajian keperawatan
tentang nyeri Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual
dalam beberapa cara yaitu Intensitas Nyeri, Karakteristik Nyeri, Faktor-faktor
yang Meredakan Nyeri, Efek Nyeri Terhadap Aktivitas Kehidupan sehari-hari,
Kekhawatiran Individu tentang Nyeri.
0 komentar:
Posting Komentar