Perilaku Kekerasan (Amuk)
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang menunjukkan
perilaku yang actual melakukan kekerasan yang ditunjukan pada diri
sendiri/oarng lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan . marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen,
1995).
B. ETIOLOGI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika factor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat
menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbu agresif atau amuk. Masa
kanak-kanak tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiyaya atau
sanksi penganiayaan.
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima
pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau
diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3. Social budaya
Budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan control social yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan ada menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan dapat
diterima (permissive).
4. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa
kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseibangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
C. TANDA DAN GEJALA
a. Fisik
a. Mata melotot/pandangan
tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah
e. Postur tubuh kaku
b. Verbal
a. Mengancam
b. Mengunpat
dengan kata-kata kotor
c. Suara
keras
d. Bicara
kasar, ketus
c. Perilaku
a. Menyerang
orang
b. Melukai
diri sendiri/orang lain
c. Merusak
lingkungan
d.
Amuk/agresif
D. PATOFISIOLOGI
Factor-faktor dapat bersumber
dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti
kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang
lain. Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan
E. PATHWAY
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku Kekerasan/amuk
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
( Budiana Keliat, 1999)
F. FOKUS PENGKAJIAN
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri :
harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
a. Klien
mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku
kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
a. Mata merah, wajah agak
merah.
b. Nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
c. Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang‑barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
a. Klien
mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
c. Riwayat
perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
a. Mata merah, wajah agak
merah.
b. Nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai.
c. Ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang‑barang.
3. Gangguan harga diri : harga
diri rendah
1). Data
subyektif:
Klien
mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik
diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
2). Data obyektif:
Klien tampak
lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
H. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku
kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
I. FOKUS INTERVENSI
a. Tujuan Umum: Klien tidak
mencederai dengan melakukan manajemen
kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling
percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama
panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang,
rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu
klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3. Klien dapat
mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1. Anjurkan
klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3.
Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran
sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian
dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien
menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari
cara baru yang sehat.
6. Klien dapat
mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri
pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang
sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3. Secara verbal : katakan
bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung
6.4. Secara spiritual :
berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi
cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang
paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi
manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara
yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement
positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara
yang telah dipilih saat jengkel/marah.
8. Klien mendapat
dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri
pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement
positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan
obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien
tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
9.2. Bantu klien mengpnakan
obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk
membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
DAFTAR
PUSTAKA
Stuart, G.W.,
dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (5th
ed). St. louis : Mosby Year Book.
Keliat Budi Ana,
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana,
Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk,
Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat
Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
0 komentar:
Posting Komentar